Dulu waktu aku masih kecil, aku gak pernah mengenal sosok
ayah. Aku gak tau ayah itu siapa, ayah harusnya bersikap seperti apa, ayah
berperan sebagai apa, dan ayah harus tinggal bersama siapa. Anak kecil yang
masih ingusan itu Cuma tau bahwa hidup ini hanya permainan, yang penting bisa
makan dan jajan. Gak pernah ngerasa adanya masalah, masalah itu ada hanya
ketika nenek ato olot marah karena tingkah nakalnya sebagai anak ingusan.
Gedean dikit aku baru tau, kalo dirumah itu seharusnya ada
ayah dan bunda. Yang pada saat itu aku ngerasa bahwa aku memiliki keduanya Cuma
namanya aja yang sedikit berbeda nenek dan olot. Mereka yang selalu mengurusi
aku, membiayai aku, yah aku anggap mereka orang tuaku. Sosok bunda emang sudah
ada sejak dulu, namun bunda hanya menjadi bayang-bayang mereka. Bunda punya
kehidupan sendiri pada saat itu, bunda hanya datang dan pergi sesekali. Namun anak
SD ini belum terlalu faham akan masalah. Selagi ada makanan dan jajan, hidup
ini indah…
Beranjak remaja, aku baru ngerasa, bahwa hidupku sungguh
tidak lengkap. Aku ngerasa butuh sosok ayah. Memang sih, ada olot. Tapi olot
bukan ayah, olot cuman seorang kakek yang berpura-pura sebagai ayah. Olot
terlalu kaku dan disegani, aku ngerasa sangat butuh ayah. Remaja ini, ingin
duduk dipelukan ayah. Pengen bertanya, sebenernya lelaki itu seperti apa sih?
Apa harus seperti ayah? Karena temen-temen disekolah pada bilang bahwa mereka
ingin mendapatkan lelaki seperti sosok ayahnya. Mereka selalu memuji-muji
ayahnya, mereka selalu cerita penuh bangga tentang ayahnya. Aku sangat senang
mendengar cerita mereka, betapa bangganya mereka punya sosok ayah yang mereka
inginkan.
Ayahku? Sungguh, sedikitpun aku gak tau tentang ayah. Aku
gak tau ayah seperti apa, dan aku juga gak tau apa yang bisa aku banggakan dari
ayah supaya bisa aku ceritakan kepada teman-temanku. Setelah dewasa aku baru
faham segalanya, aku baru tau bahwa aku ada didunia ini itu salah satunya
karena ada ayah dan bunda. Namun kenapa ayah gak pernah ada di kehidupanku? Sejak
lahir, jadi anak ingusan, beranjak remaja, bahkan sampai dewasa, aku gak pernah
tau alasannya kenapa ayah gak pernah ada disampingku. Aku hanya tau ceritanya,
gak pernah tau gimana sikapnya, isi hatinya, bahkan aku gak tau apa dia pernah
sayang kepadaku sebagai putrinya.
Entah siapapun engkau, ayah sungguh betapa aku sangat
mencintaimu. Dari dulu hingga kapanpun aku sangat merindukkanmu. Aku ingin
berada dipelukan hangatmu, aku ingin belaian sayangmu. Ayah entah apapun alasan
itu, aku ini adalah putrimu, didalam tubuhku mengalir darahmu, wajah ini adalah
cerminan rupamu. Sebegitu burukkah aku dimatamu sehingga aku gak pantas hidup
bersamamu. Ayah jika memang dunia tak menginginkan kita untuk bisa tinggal
bersama, aku akan berdo’a semoga kita bisa tinggal di syurga kelak. Aku hanya
ingin bersama ayah, ingin sekali. Aku ingin ayah mengakuiku kalau aku ini anak
ayah, anak kebanggaan ayah. Ayah meskipun ada benci dihati ini, namun sungguh
benci itu terkalahkan oleh rasa rinduku kepadamu. Setiap kali aku terbangun,
aku sering menangis. Aku menangis karena aku harus sadar bahwa semua ini nyata,
kenyataan yang harus aku terima bahwa aku harus menjalani hidup yang sangat
panjang dan melelahkan ini tanpa sosokmu.
Ayah, aku selalu berdo’a untuk kesehatanmu, kemurahan
rezkimu, kebahagiaanmu bersama orang-orang yang engkau cintai disana. Maafkan
aku jika sesekali aku merasa iri, maafkan aku jika sesekali aku merasa benci,
maafkan aku jika sesekali aku ngerasa dendam. Ketahuilah ayah, dari dulu aku
sangat berharap kehadiranmu, ayah
maafkan aku, yang tak membanggakanmu didepan teman-temanku, maafkan aku karena
aku sangat tidak ingin mendapatkan lelaki seperti sosokmu seperti yang
dikatakan oleh teman-temanku. Bukan karena benci, namun karena aku tak ingin
anakku nanti merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan.
Ayah surat ini aku buat untukmu menjelang hari
graduationku, aku berharap setelah ini aku bisa hidup seperti mereka. Menjadi
keluarga kecil dengan sosok ayah yang bertanggung jawab bagi anak-anakku nanti.
Do’akan ya yah, aku tak ingin berlama-lama. Aku ingin merasakan hangatnya
dekapan keluarga.