Oleh Puput Pratiwi
Ketika usiaku masih 10 tahun, adikku
pernah berkata padaku, “ Kakak kalo minta uang sama bapak pasti takut, sama
bapaknya sendiripun takut loh..”. walaupun aku masih anak-anak pada saat itu,
namun aku sudah bisa berfikir. Bener juga ya yang dibilang adikku, kok aku bisa
takut sih? Kok adik-adikku enggak? Padahalkan beliau sama-sama bapak kami.” Itulah
firasat teman, firasat itu gak perlu bohong untuk memberitahukan kenyataan.
Meski semua orang pada saat itu menyakinkanku bahwa beliau ayahku, namun
firasatku gak bisa menerimanya.
Kakak-kakak tetanggaku juga sering
bilang, katanya wajahku sangat mirip sama keluarga yang aku sama sekali belum
pernah mengenalnya. Mereka juga bilang, “ ya pasti miriplah, namanya juga sedarah..”
dan tahukah kalian teman, apa yang aku rasakan pada saat itu, bukan sedih tapi
aku semakin bingung. Beribu pertanyaan ada diotakku. Memangnya yang mereka
bicarakan itu apa sih? Terus keluarga yang sama sekali gak pernah ku kenal itu
siapa? Namun itu akan tetap jadi pertanyaan, sampai pada waktunya aku yakin
suatu saat pasti waktu yang akan menjawabnya.
Usiaku sekarang sudah genap 17
tahun, walau masih belia setidaknya pada saat itu aku sudah bisa mengerti,
Tentang hidup, tentang mimpi, dan tentang keluarga. Sekarang aku sudah kelas 3
SMK, waktu itu ada saudaraku datang kerumah. Mereka hendak pergi ke jawa,
mereka mengajakku dengan alasan supaya aku bisa bertemu dengan keluarga ayahku
disana. Sama seperti cerita ibu dan nenek, “ ayah sudah meninggal katanya,
Waktu ada peristiwa bom bali”. Masih tetep belum percaya sih tapi kan yang
cerita ibu dan nenek, masak iya sih mereka tega bohong. Aku seneng banget pas
mau diajak kesana, walau aku gak bisa jumpa sama ayah namun setidaknya aku bisa
jumpa dengan keluarga ayah. Buru-buru aku cerita sama sahabatku namanya ayu,
dengan rasa penuh kegembiraan bahwa sebentar lagi aku bakalan jumpa sama keluarga
ayah. Pada saat itu juga aku mendengar cerita yang belum pernah kudengar
sebelumnya, ayu bilang “ Tadi malam aku cerita sama nenekku put, katanya
ngapain puput jauh-jauh carik keluarga ayahnya sampai ke jawa sana? Wong ayahnya
aja ada disini kok ..”. Untuk yang kedua kalinya aku mendengarkan cerita yang
sama, Keluargaku bahkan ayah kandungku kata mereka ada didesaku yang rumahnya
tidak jauh dari rumahku. Cerita yang sama dan gak masuk akal itu harus aku
dengarkan untuk yang kedua kalinya.
Semakin lama semakin banyak
pertanyaan dibenakku tentang, siapa orang yang ada dicerita tersebut? Siapa
orang yang dimaksud ibu dan nenek yang ada dijawa? Dan siapa ayah kandungku
sebenarnya? Sungguh aku sangat ingin tahu cerita yang sebenarnya.
Aku yang selama ini tinggal bersama
nenek dan olotku, dan sangat jarang untuk bisa bertemu dengan ibuku. Ketika
dulu waktu aku masih kecil dan belum ngerti apa-apa, sedikitpun aku tidak
merasakan kepedihan hidup. Yang aku rasakan pada saat itu adalah aku bahagia
dengan kehidupan yang kumiliki itu, dan aku ngerasa hidupku pada saat itu
sangat sempurna. Namun ketika sekarang aku telah beranjak dewasa, ketika aku
bisa merasakan kehidupan yang sebenarnya dan saat itulah aku baru sadar. Betapa
tidak mudahnya hidup yang aku jalani ini, betapa sulitnya membuat hidup ini
menjadi indah. Dan pada saat itu juga aku mengetahui kebenaran, aku mendapat jawaban
yang selama ini aku tunggu, aku mendapat jawaban yang selama ini ada didalam
benakku, dan pada saat itu juga aku tahu siapa ayah kandungku sebenarnya, yang
ceritanya ku dengar langsung dari ibuku.
Dari cerita ibuku, aku tau bahwa
ternyata aku adalah anak yang lahir namun tidak diinginkan oleh orangtuanya
pada saat itu. Dari cerita ibuku, aku tau bahwa kelahiranku menjadi masalah
bagi keluarga besar orangtuaku. Dari cerita ibuku, aku bisa menyimpulkan betapa
ayahku bukanlah sosok lelaki yang bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dari cerita ibuku, aku juga tau betapa berat hidup yang dijalani ibuku demi
mempertahankan kehidupanku. Dan dari cerita ibuku, aku bisa menyimpulkan
besarnya cinta dan dendam ibu terhadap ayah.
Lantas aku berkata kepada ibu; dalam
acara “ Kick Andy “ sekalipun pernah menayangkan kisah yang hampir sama
denganku, hanya saja ia di Indonesia dan ayahnya di Filivina dengan tema “
Mencari Akar diluasnya Dunia “ namun
saat ia ditanya oleh andy f noya; Apakah anda dendam dengan ayah anda? Ia
langsung menjawab tidak, sedikitpun saya tidak dendam dengan ayah saya,
walaupun ia telah meninggalkan saya begitu saja.
Maksudku menceritakan kisah tersebut
adalah supaya ibu tau, betapa sesungguhnya aku tidak dendam dengan ayah. Betapa
aku merindukan berada dalam pelukannya. Betapa aku ingin berbakti kepadanya,
yahh walaupun ia telah meninggalkanku begitu saja. Namun ibu langsung membantah
dan berkata; kamu tau kenapa ia tidak dendam dengan ayahnya? Itu karena ayahnya
jauh dari dia, lah kalau kamu itu ada didepan matanya. Bayangkan put, teganya
dia melihatmu didepan matanya. Kamu didepan matanya namun ia tetap membiarkanmu
sementara kamu darah dagingnya, ayah seperti apa dia? Ibu sampai kapanpun gak
akan pernah rela kalau kamu memanggilnya ayah.” Tapi bu, sanggahku “ aku yakin
suatu saat ia akan menyadari semua kesalahannya, aku yakin suatu saat ia akan
meminta maaf kepada kita semua dan aku yakin suatu saat ia ingin aku
memanggilnya “ ayah” . Ibuku langsung menjawab, ibu gak akan rela, ibu yang
menahan semua sakitnya, kalau dia mau berbuat demikian suruhlah dia membayar
semua biaya untuk membesarkanmu, dari mulai kamu lahir sampai sekarang. Kamu kira
dia mampu? Menjual semua hartanyapun gak akan pernah cukup.
Ya Allah, aku terkejut ketika ibu
berkata seperti itu, betapa besar dendamnya dengan ayah, yang aku yakin semua
itu seimbang dengan besar cintanya. Dan ibu mau aku bisa menunjukkan kepada
ayah, bahwa aku bisa hidup tanpa dia, bahkan ibu mau aku bisa berhasil
tanpanya. Aku tidak tahu ini benar atau salah, yang aku tau aku sayang ibu, aku
sayang ayah, dan yang aku tahu dendam tersebut telah menjadi motivasi dalam
diriku. Setiap aku ingat cerita itu rasanya semangatku terkumpul kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar