Galery

Minggu, 16 Maret 2014

Wisuda Yang Tertunda . . .

Oleh Puput Pratiwi

Terkadang orang-orang hanya bisa berbicara tanpa harus tahu dan faham apa yang sedang kita jalani dan rasakan. Kesalahan ini terlihat bodoh di mata orang, namun bagiku hal ini lumrah. Aku juga tak menginginkannya dan tak mau ini terjadi.
Saat ini aku sedang menghadapi masalah yang aku pun gak mengerti kenapa terlihat begitu berat, padahal jika dibandingkan dengan segudang masalah yang aku hadapi selama ini terlihat tak seberapa. Apa mungkin karena aku menyesali sikap bodohku yang terlalu ini?
Kalau bisa cepat, kenapa harus lama? Itulah yang ada dibenakku saat itu, aku ingin segera menyelesaikan studi S1 ku ini. Aku ingin segera mencari kerja, aku ingin segera mapan agar aku bisa membantu menyatukan keluarga yang sangat berantakan ini. Namun aku terjebak, kerja paruh waktuku yang selama ini kuanggap sangat membantuku ternyata harus dijadikan alasan keterlambatan pembayaran SPP ku. Sebenarnya aku juga tak ingin menyebutnya sebagai alasan, namun memang inilah adanya.
Hari itu aku ingat sekali, terakhir pembayaran SPP tanggal 31 Januari. Kebiasaan lamaku terulang, dan berhubung uang dikirim juga diakhir. Namun karena jadwal kerja paruh waktuku yang saat itu lagi padat, aku tertipu oleh tanggal 31 itu. Karena dikamar kos gak ada yang namanya kalender, sungguh aku gak tau kalau tanggal itu adalah perayaan Imlek alias tanggal merah. Aku berencana membayarnya tanggal 30, namun karena pada saat itu sudah pukul 02.00 siang, yang rencananya sekalian pergi kerja, aku mendapatkan nomor antrian 230 padahal nomor yang dipanggil baru 201. Karena aku anggap masih ada tanggal 31, lantas aku tinggalkan bank dan dengan rasa tak berdosa langsung pergi kerja yang saat itu acara yang harus dihandle adalah acara imlek. Bias kalian bayangkan betapa bodohnya aku saat itu yang masih belum bias berfikir kalo tanggal 31 bank sudah pasti tutup!
Alasan konyol, inilah yang harus aku jelaskan kepada teman-teman kuliahku. Berbagai macam reaksi yang aku dapatkan, dari mulai rasa kasihan sampai tertawaan. Aku mencoba untuk menanggapinya dengan santai, namun aku harus bias nerima kenyataan kalau aku tidak bias sidang yang artinya target wisuda bulan 5 ku juga harus ikut tertunda. Sakit sudah pasti, wisuda bulan 5 sudah menjadi target awalku ketika pertama aku kuliah, harapan juga bagi keluargaku karena mereka eramat sangat ingin mengadakan pesta keluarga untuk wisuda ku karena hanya akulah yang kuliah pada saat itu.
Tapi aku yakin, walaupun ini terllihat bodoh dan konyolnya diriku, semua juga karena kehendak Allah SWT. Tiada satupun kejadian dimuka bumi ini yang tidak atas dasar ijin-Nya. Dia pasti memiliki alas an kenapa aku harus menunda wisuda ku, aku yakin dan sangat yakin rencana itu akan terlihat indah nantinya. Walaupun kata-kata ini terlihat menghibur diri sendiri, namun aku percaya semua akan indah. Walau saat ini terlihat gelap, pasti ada cahaya didepan sana. Yang harus aku lakukan adalah melanjutkan kegiatanku, aku harus bisa membantu menyekolahkan adik-adikku.
Bunda,

Maaf aku berbohong atas alasan penundaan wisudaku, maafkan aku bunda sedikitpun aku tak berniat untuk menyakiti hatimu. Aku harap alasan itu adalah alasan yang paling tepat agar engkau tak kehilangan semangat untuk membiayai kuliahku. Aku janji bunda, aku aku menceritakan yang sebenarnya kepadamu, aku janji akan menjadi seperti yang kau mau, maafkan aku bunda atas kesalahaku, aku mencintaimu . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar