Galery

Senin, 18 November 2013

Surat untuk Ayah



            Dulu waktu aku masih kecil, aku gak pernah mengenal sosok ayah. Aku gak tau ayah itu siapa, ayah harusnya bersikap seperti apa, ayah berperan sebagai apa, dan ayah harus tinggal bersama siapa. Anak kecil yang masih ingusan itu Cuma tau bahwa hidup ini hanya permainan, yang penting bisa makan dan jajan. Gak pernah ngerasa adanya masalah, masalah itu ada hanya ketika nenek ato olot marah karena tingkah nakalnya sebagai anak ingusan.
            Gedean dikit aku baru tau, kalo dirumah itu seharusnya ada ayah dan bunda. Yang pada saat itu aku ngerasa bahwa aku memiliki keduanya Cuma namanya aja yang sedikit berbeda nenek dan olot. Mereka yang selalu mengurusi aku, membiayai aku, yah aku anggap mereka orang tuaku. Sosok bunda emang sudah ada sejak dulu, namun bunda hanya menjadi bayang-bayang mereka. Bunda punya kehidupan sendiri pada saat itu, bunda hanya datang dan pergi sesekali. Namun anak SD ini belum terlalu faham akan masalah. Selagi ada makanan dan jajan, hidup ini indah…
            Beranjak remaja, aku baru ngerasa, bahwa hidupku sungguh tidak lengkap. Aku ngerasa butuh sosok ayah. Memang sih, ada olot. Tapi olot bukan ayah, olot cuman seorang kakek yang berpura-pura sebagai ayah. Olot terlalu kaku dan disegani, aku ngerasa sangat butuh ayah. Remaja ini, ingin duduk dipelukan ayah. Pengen bertanya, sebenernya lelaki itu seperti apa sih? Apa harus seperti ayah? Karena temen-temen disekolah pada bilang bahwa mereka ingin mendapatkan lelaki seperti sosok ayahnya. Mereka selalu memuji-muji ayahnya, mereka selalu cerita penuh bangga tentang ayahnya. Aku sangat senang mendengar cerita mereka, betapa bangganya mereka punya sosok ayah yang mereka inginkan.
            Ayahku? Sungguh, sedikitpun aku gak tau tentang ayah. Aku gak tau ayah seperti apa, dan aku juga gak tau apa yang bisa aku banggakan dari ayah supaya bisa aku ceritakan kepada teman-temanku. Setelah dewasa aku baru faham segalanya, aku baru tau bahwa aku ada didunia ini itu salah satunya karena ada ayah dan bunda. Namun kenapa ayah gak pernah ada di kehidupanku? Sejak lahir, jadi anak ingusan, beranjak remaja, bahkan sampai dewasa, aku gak pernah tau alasannya kenapa ayah gak pernah ada disampingku. Aku hanya tau ceritanya, gak pernah tau gimana sikapnya, isi hatinya, bahkan aku gak tau apa dia pernah sayang kepadaku sebagai putrinya.
            Entah siapapun engkau, ayah sungguh betapa aku sangat mencintaimu. Dari dulu hingga kapanpun aku sangat merindukkanmu. Aku ingin berada dipelukan hangatmu, aku ingin belaian sayangmu. Ayah entah apapun alasan itu, aku ini adalah putrimu, didalam tubuhku mengalir darahmu, wajah ini adalah cerminan rupamu. Sebegitu burukkah aku dimatamu sehingga aku gak pantas hidup bersamamu. Ayah jika memang dunia tak menginginkan kita untuk bisa tinggal bersama, aku akan berdo’a semoga kita bisa tinggal di syurga kelak. Aku hanya ingin bersama ayah, ingin sekali. Aku ingin ayah mengakuiku kalau aku ini anak ayah, anak kebanggaan ayah. Ayah meskipun ada benci dihati ini, namun sungguh benci itu terkalahkan oleh rasa rinduku kepadamu. Setiap kali aku terbangun, aku sering menangis. Aku menangis karena aku harus sadar bahwa semua ini nyata, kenyataan yang harus aku terima bahwa aku harus menjalani hidup yang sangat panjang dan melelahkan ini tanpa sosokmu.
            Ayah, aku selalu berdo’a untuk kesehatanmu, kemurahan rezkimu, kebahagiaanmu bersama orang-orang yang engkau cintai disana. Maafkan aku jika sesekali aku merasa iri, maafkan aku jika sesekali aku merasa benci, maafkan aku jika sesekali aku ngerasa dendam. Ketahuilah ayah, dari dulu aku sangat berharap kehadiranmu,  ayah maafkan aku, yang tak membanggakanmu didepan teman-temanku, maafkan aku karena aku sangat tidak ingin mendapatkan lelaki seperti sosokmu seperti yang dikatakan oleh teman-temanku. Bukan karena benci, namun karena aku tak ingin anakku nanti merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan.
            Ayah surat ini aku buat untukmu menjelang hari graduationku, aku berharap setelah ini aku bisa hidup seperti mereka. Menjadi keluarga kecil dengan sosok ayah yang bertanggung jawab bagi anak-anakku nanti. Do’akan ya yah, aku tak ingin berlama-lama. Aku ingin merasakan hangatnya dekapan keluarga. 

1 komentar: