Galery

Selasa, 16 Oktober 2012

REDENOMINASI

KATA PENGANTAR
            Pertama kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “ REDENOMINASI “ dengan tepat waktu. Makalah dibuat sebagai tugas kelompok untuk mata kuliah “ Ekonomi Moneter “dan sebagai bahan pembelajaran bagi kami tim penyusun khususnya serta teman-teman sekalian umumnya.
            Ucapan terima kasih juga kepada Ibu Diana Hasyim selaku Dosen Mata Kuliah Ekonomi Moneter yang telah banyak membimbing kami. Dan juga kepada orang tua kami yang telah memberikan do’a serta dukungan kepada kami dalam menuntut ilmu, terakhir kepada teman-teman sekalian yang telah membantu kami.
            Akhir kata “ Tiada Gading yang tak Retak “, kami menyadari ketidaksempurnaan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan bukan memojokkan. Dan segala kesalahan yang terjadi kami maaf kepada pembaca, terima kasih . . .


PENDAHULUAN
Redenominasi diartikan menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang suatu negara menjadi pecahan lebih kecil dengan cara menghilangkan nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut, misal Rp1.000 menjadi Rp1. Praktek redenominasi ini telah lazim dilakukan di banyak negara. Studi yang dilakukan Mosley (2005) mencatat sekitar 60 negara yang melakukan redenominasi dalam periode 1960-1994. Redenominasi tersebut dilakukan dengan menghilangkan sejumlah digit tertentu dari mata uang, sehingga akan menyebabkan perubahan tampilan angka pecahan suatu mata uang menjadi lebih sederhana. Redenominasi mata uang tidak mengakibatkan penurunan nilai relatif uang terhadap barang dan jasa karena harga barang juga disesuaikan dengan denominasi yang baru tersebut. Misal, dengan redenominasi uang rupiah dari Rp1.000 menjadi Rp1, maka harga suatu barang yang sebelum redenominasi sebesar Rp1.000 akan berubah juga menjadi Rp1 setelah redenominasi, sehingga secara riil nilai uang tidak akan berubah.
Redenominasi berbeda dengan sanering yang pernah dilakukan Indonesia tahun 1959. Pada saat itu, nilai uang kertas diturunkan dari Rp 1.000,- menjadi Rp100,- dan dari Rp500,- menjadi Rp 50,-. Kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi jumlah uang beredar akibat melonjaknya harga-harga barang dan jasa. Sanering jelas menyebabkan turunnya nilai relative uang terhadap harga barang dan jasa, sehingga menjadi suatu kebijakan yang tidak populer di mata masyarakat. Berbeda dengan sanering, redenominasi yang dilaksanakan dengan baik tidak akan merugikan masyarakat karena tidak menyebabkan penurunan nilai uang atau tidak berpengaruh terhadap harga barang dan jasa.
Beberapa alasan diperlukannya redenominasi adalah: Pertama, pecahan uang yang terlalu besar akan menimbulkan ketidak efisienan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi. Dengan pecahan yang terlalu besar, diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi. Kedua, redenominasi dapat digunakan untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Ketiga, nilai nominal uang yang terlalu besar mencerminkan bahwa suatu negara mengalami inflasi yang tinggi pada masa lalu atau kondisi fundamental ekonominya kurang baik. Sejalan dengan membaiknya fundamental ekonomi Indonesia, maka dengan redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat sehingga memberikan kebanggaan untuk memegang uang Rupiah.
Beberapa faktor kunci keberhasilan program redenominasi, berdasarkan study BI, antara lain: (i) Adanya kebutuhan seluruh lapisan masyarakat terhadap penyederhanaan jumlah digit mata uang. (ii) Pemilihan waktu pelaksanaan yang tepat terkait kondisi fundamental perekonomian cukup kuat antara lain terkait dengan dengan membaiknya perekonomian dan tren inflasi yang menurun. Dalam kaitan ini, program redenominasi perlu didahului prakondisi program stabilisasi perekonomian yang cukup berhasil dan tata kelola yang baik. Sebelum redenominasi Pemerintah mempersiapkan program stabilisasi perekonomian khususnya menurunkan inflasi selama beberapa tahun sebelum dilakukan redenominasi. Pada saat yang bersamaan otoritas fiskal terus berusaha mempertahankan kebijakan yang disiplin dan ketat seperti memperkecil budget defisit (cenderung tidak ekspansif). (iii) Tersedianya landasan hukum yang cukup kuat yang mengatur penghapusan digit mata uang. (iv) Dukungan yang penuh dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah, otoritas terkait, pelaku bisnis serta masyarakat umum sangat diperlukan untuk keberhasilan program redenominasi. (v) Sosialisasi kepada publik dan edukasi yang intensif. Kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dilakukan secara intensif, bertahap, dan terencana oleh bank sentral dan pemerintah untuk memberikan informasi yang cukup kepada publik terkait dengan redenominasi.
Strategi yang perlu ditempuh adalah mempersiapkan program redenominasi dengan baik sehingga redenominasi dapat dilaksanakan dengan lancar. Hal ini sejalan dengan kajian yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa dengan persiapan yang matang maka peluang untuk keberhasilan redenominasi menjadi lebih besar. Untuk itu, program redenominasi akan dilakukan dengan beberapa tahapan. Secara garis besar, pelaksanaan redenominasi Rupiah dibagi dalam 4 (empat) tahapan besar, yaitu tahap penyiapan, tahap pemantapan, tahap implementasi dan transisi, serta tahap phasing out. Agar tahapan ini berjalan lancar, kegiatan ini akan dikoordinasikan dengan Pemerintah dan perlu mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat (merupakan kebutuhan yang diarasakan oleh masyarakat Indonesia). Pengalaman dari beberapa negara yang berhasil melaksanakan redenominasi seperti Turki dan Romania menunjukkan bahwa redenominasi memberikan manfaat bagi perekonomian kedua negara tersebut. Setelah dilakukan redenominasi di tahun 2005, perekonomian Turki misalnya terus mengalami perbaikan. Keberhasilan Turki dalam mempertahankan momentum perbaikan ekonomi terletak pada 4 pilar pokok yaitu (1) peningkatan kepercayaan masyarakat/dunia usaha terhadap implementasi program stabilisasi, (2) upaya mempertahankan disiplin fiskal, (3) pelaksanaan reformasi struktural, serta (4) pengendalian laju inflasi secara berkelanjutan.

ISI
1.      Pengertian Redenominasi
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan sepuluh, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".
Redenominasi menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama, sedangkan pada sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi suatu negara dengan negara regional, sementara sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan, sedangkan pada sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali, sedangkan sanering dilakukan dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, sementara sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.
2.      Kebijakan Redenominasi
Dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, Bank Indonesia melakukan suatu kebijakan yang disebut redenominasi. Redenominasi mata uang rupiah merupakan salah satu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran di Indonesia, yang tidak boleh diintervensi oleh pihak-pihak lain, baik oleh pemerintah maupun DPR, karena redenominasi mata uang rupiah sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia. Adapun alasan yang melatarbelakangi Bank Indonesia melakukan redenominasi mata uang rupiah adalah karena:
a)      Indonesia adalah negara pemilik pecahan mata uang terbesar ketiga di dunia, dengan pecahan mata Rupiah sebesar 100.000. Negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia adalah Vietnam, dengan pecahan mata uang Dong Vietnam sebesar 500.000. Zimbabwe di urutan pertama dengan pecahan sebesar 10 juta dolar Zimbabwe.
b)      Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah ketimbang mata uang lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan soal substansi tapi soal identitas karena kekuatan mata uang kita relative stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (satu digit), investasi juga tidak ada persoalan, kinerja ekonomi kita baik.
c)      Pecahan uang Indonesia yang terlalu besar menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung, dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
d)     Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015.
e)      Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa dimasa lalu, suatu Negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.
3.      Rencana Implementasi
Masa implementasi redenominasi rupiah akan berjalan selama 10 tahun. Dari tahun 2010 sampai 2020 dengan tahapan sebagai berikut:
a)    2010-212 Sosialisasi
b)   2013-2015 Merupakan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua mata uang rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. Pada masa ini masyarakat juga bisa menggunakan dua jenis mata uang. Misalnya, ada pembeli dengan uang baru, si penjual bisa member kembalian dengan uang baru maupun uang lama, ataupun campuran keduanya. Toko yang menjual barang wajib memasang dua label harga, yakni harga barang lama dan baru. Pada masa transisi itu juga, Bank Indonesia akan mencetak uang baru yang diredenominasi. Sebagai contoh, Bank Indonesia akan mencetak uang Rp 10,- yang akan mengganti pecahan Rp 10.000,-.
c)     2016-2018 Penarikan rupiah lama
d)   2019-2022 Tulisan  kata "baru" di mata uang dihilangkan. 
4.      Tujuan Redenominasi
Redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Sedangkan Sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
5.      Manfaat Redenominasi
Ada tiga manfaat utama yang bisa kita dapatkan jika redenominasi diterapkan, yaitu:
a)      Menyederhanakan perhitungan
Proses transaksi perdagangan, akuntansi, perbankan sudah jelas akan mendapatkan keuntungan karena nilai uang berkurang nolnya, namun bukan hanya itu, para programmer juga akan mendapatkan keuntungan karena nilai transaksi perhitungan dalam program yang dibuat menjadi lebih sederhana. Anak SD yang sedang belajar berhitung pun akan semakin mudah. 
b)      Meningkatkan produktivitas
Anggaplah anda adalah petugas administrasi bagian entry data  yang menggunakan Microsoft Excel. Dengan menghilangkan tiga nol disetiap pencatatan transaksi, anda akan menghemat waktu 1 detik untuk setiap transaksi, bayangkan anda sehari menginput 1000 transaksi, maka ada 1000 detik waktu yang dihemat, itu sama saja dengan 16 menit penghematan waktu perhari dan jika dikalikan 1 tahun kerja (dengan asumsi hari aktif bekerja  300 hari), maka itu sama saja anda menghemat waktu 80 jam kerja ata sekitar 10 hari kerja. Itu baru satu orang, bayangkan jika ada 1 juta orang indonesia yang melakukan pencatatan transaksi tiap harinya, Berapa penghematan waktunya? 
c)      Meningkatkan harga diri bangsa
Nominal mata uang indonesia  menduduki peringkat kedua tertinggi didunia. Sekedar gambaran, rata-rata penduduk amerika berpenghasilan 2.500 USD perbulan. Setara dengan 25.000.000 rupiah perbulan. Nah lihat? Harga iPhone di amerika cuma 700 USD, di indonesia 6.500.000 rupiah. Nilai rupiah terasa tidak berharga. 1 USD =9.500 rupiah.

6.      Dampak Redenominasi
Redenominasi dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari redenominasi yaitu :
a)      Frekuensi pencetakan uang menjadi lebih jarang karena uang logam lebih tahan lama.
b)      Dapat mengatasi masalah inefisiensi waktu dan salah hitung karena jumlah nol yang terlalu banyak.
c)      Redenominasi juga akan menyederhanakan penulisan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sehingga rupiah terlihat memiliki kekuatan karena nilainya mendekati nilai dollar Amerika Serikat.
Sedangkan dampak negatif dari redenominasi adalah :
a)      Bertambah besarnya biata operasional perusahaan karena harus mengganti system pembukuan, percetakan, dan system teknologi informasi.
b)      Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru hasil redenominasi.
c)      Timbulnya dampak social berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap rupiah bahkan dapat menjadi boomerang dimana masyarakat justru memborong dollar AS karena mereka mengira redenominasi sama dengan sanering jika tidak dilakukan sosialisasi dengan baik.

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Redenominasi merupakan bagian dari tugas Bank Indonesia dalam melaksanakan dan menjaga kelancaran system pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia melakukan redenominasi mata uang rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp 100.000, yang merupakan pecahan terbesar kedua didunia setelah mata uang Vietnam yang pernah mencetak 500.000 Dong. Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah ketimbang mata uang lainnya. Pecahan uang Indonesia yang terlalu besar menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung, dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi. Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015. Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa dimasa lalu, suatu Negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.
Redenominasi tidak identik dengan sanering, redenominasi adalah penyederhanaan penulisan nominal mata uang menjadi lebih simple yang dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat. Sedangkan Sanering adalah pemotongan nilai uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat.
Redenominasi dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari redenominasi dapat terlihat dari frekuensi pencetakan uang menjadi lebih jarang karena uang logam lebih tahan lama. Dapat mengatasi masalah inefisiensi waktu dan biaya transaksi dan salah satu karena jumlah nol yang terlalu banyak. Redenominasi juga akan menyederhanakan penulisan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sehingga rupiah terlihat memiliki kekuatan karena nilainya mendekati nilai dollar Amerika  Serikat.
Dampak negatif dari redenominasi terlihat dari bertambah besarnya operasional perusahaan karena harus mengganti system pembukuan, percetakan, dan system teknologi informasi. Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru hasil redenominasi. Selain itu timbulnya dampak Social berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap rupiah bahkan menjadi boomerang dimana masyarakat justru memborong dollar AS karena mengira redenominasi sama dengan sanering jika tidak dilakukan sosialisasi dengan baik.
Redenominasi akan dilakukan secara bertahap, membutuhkan waktu kurang lebih selama sepuluh tahun. Jika dimulai pada 2013, akan belangsung hingga 2023 dalam tiga tahapan. Tahap pertama, pada 2013-2015 diberlakukan dua denominasi, yakni uang lama dan baru. Uang lama dengan digit tiga nol, dan uang baru tiga digitnya dipangkas dengan membubuhkan tulisan “rupiah baru”.
Tahap berikutnya, pada 2016-2018 secara alamiah dalam tiga tahun diperkirakan uang lama habis. Selanjutnya, pada 2019-2020, pemerintah menghilangkan tulisan “baru” pada uang yang beredar, sehingga seluruh uang yang beredar adalah uang baru hasil redenominasi. Namun pemerintah masih memberikan waktu 3 tahun kepada masyarakat untuk menukarkan uang lama dengan uang baru.
B.     Saran
Untuk menghindari dampak sosial berupa trauma masyarakat seperti pada kebijakan sanering pada masa yang lalu yang dapat mengilangkan kepercayaan pada mata uang rupiah, maka disarankan kepada Bank Indonesia agar melakukan sosialisasi yang intensif tentang rencana redenominasi nilai mata uang rupiah tersebut.
 KASUS
Marilah kita amati dan belajar dari dua kasus redenominasi mata uang yang sukses, yakni Turki (2005) dan Brasil (1994).
Turki dengan produk domestik bruto (PDB) setara dengan Indonesia. Indonesia kini di peringkat ke-18 dengan PDB 550 miliar dollar AS. Turki selevel di atasnya (ke-17), dengan PDB 620 miliar dollar AS. Namun, yang mencolok membedakan kedua negara, penduduk Turki ”hanya” 73 juta, sedangkan Indonesia 238 juta sehingga dari pendapatan per kapita, kedua negara berbeda. Kini PDB per kapita Turki 8.300 dollar AS, sedangkan Indonesia 2.400 dollar AS.
Turki mengalami inflasi kronis selama periode yang panjang, 1970-an hingga 1990-an. Akibatnya, mata uang lira yang semula kursnya 1 dollar AS ekuivalen dengan 9 lira merosot menjadi 90 lira (1980), lalu 1.300 lira (1988), 45.000 lira (1995), 107.000 lira (1996), dan puncaknya adalah 1,65 juta lira pada tahun 2001!
Pada saat itu lira menjelma menjadi mata uang yang nilainya terendah di dunia. Jika dirata-rata, inflasi selama periode tahun 1966-2004 adalah lebih dari 40 persen per tahun. Turki kemudian membuang enam angka nol pada 1 Januari 2005 sehingga kurs selanjutnya adalah 1 dollar AS setara dengan 1,26 lira baru (2007), 1,55 lira (2008), 1,48 lira (2009), dan 1,517 lira (Juli 2010).
Keberhasilan redenominasi lira Turki diawali reformasi yang dilakukan Menteri Keuangan Kemal Dervis (2001). Inflasi dipangkas menjadi satu digit, kepercayaan investor naik, dan pengangguran turun. Turki bertahap membuka perekonomiannya bagi sektor swasta, baik domestik (privatisasi) maupun asing (investasi langsung), meski ditandai dengan perdebatan politik yang sengit.
Turki berhasil mendorong sektor industri (manufaktur) sehingga kontribusinya terhadap PDB mencapai 31 persen, sektor jasa menyumbang 60 persen, dan sektor pertanian 9 persen. Turki juga menyedot turis asing hingga 31 juta orang (2008). Akibatnya, cadangan devisa naik menjadi 77 miliar dollar AS (Mei 2010).
Kini Turki menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi, rata-rata 7,4 persen (2002-2007), masuk kelompok dengan pertumbuhan tertinggi di dunia meski sempat terinterupsi oleh krisis ekonomi global, menjadi 4,5 persen (2008).
Redenominasi di Brasil tidak kalah seru. Negara ini kini merupakan kekuatan ekonomi nomor 8 dunia dengan PDB 1,57 triliun dollar AS. Dengan penduduk 193 juta orang, PDB per kapitanya adalah 8.100 dollar AS, setara dengan Turki.
Brasil tercatat sebagai negara yang paling sering mengganti mata uangnya dengan redenominasi pada dasawarsa 1980-an. Bahkan beberapa kali terjadi sebuah mata uang diganti meski belum setahun digunakan. Reis (digunakan semasa penjajahan Portugal dan masa republik baru Brasil, hingga 1942), cruseiro (1942-1967), cruzeiro novo atau baru (1967-1970), kembali ke cruzeiro (1970-1986), cruzado (1986-1989), cruzado novo (1989- 1990), cruzeiro (1990-1993), cruzeiro real (1993-1994), dan akhirnya real (1994 hingga sekarang).
Brasil berkali-kali melakukan redenominasi dan selalu gagal pada 1980-an karena dua hal. Pertama, inflasi yang tinggi, bahkan hiperinflasi (mencapai 500 persen per tahun). Kedua, tingkat kepercayaan (confidence level) terhadap pemerintah sangat rendah. Brasil dicekam konflik politik yang berkepanjangan sehingga tidak ada kepastian (uncertainty) dalam menjalankan usaha.
Dalam situasi demikian, pergantian mata uang lewat redenominasi hanyalah kebijakan kosmetik. Tidak bisa benar-benar menyelesaikan masalah. Selama inflasi masih tinggi dan kepercayaan rendah, redenominasi hanya dinikmati beberapa bulan dan selanjutnya mata uang kembali melemah. Redenominasi harus berulang-ulang.
Setelah gonta-ganti mata uang, Brasil akhirnya berhasil juga melakukan redenominasi cruzeiro real menjadi real pada 1 Juli 1994, hingga sekarang. Brasil amat diuntungkan dengan derasnya modal asing masuk pada 1994-1995, sesaat sesudah redenominasi mata uangnya. Kombinasi sukses memangkas inflasi dan masuknya modal asing yang menggelembungkan cadangan devisa merupakan faktor terpenting keberhasilan redenominasi di Brasil. Kini cadangan devisa Brasil 257 miliar dollar AS, yang berarti 10 besar dunia sesudah China (2,45 triliun dollar AS), Jepang (1 triliun), Rusia (456 miliar), Taiwan (362 miliar), Korea Selatan (285 miliar), India (282 miliar), Swiss (262 miliar). Brasil mengungguli Hongkong (256 miliar), Singapura (203 miliar), dan Jerman (194 miliar).
Pelajaran apa yang bisa dipetik? Brasil dan Turki sama-sama melakukan reformasi ekonomi sebelum redenominasi. Stabilitas harga merupakan modal terbesar, selanjutnya menarik modal asing yang bisa menggelembungkan cadangan devisa. Selain perekonomiannya diarahkan ke industrialisasi berorientasi ekspor, besarnya arus turis asing ke Turki dan Brasil amat membantu penambahan cadangan devisanya.
Biarlah BI terus bekerja mempersiapkan segala sesuatunya menuju redenominasi rupiah. Hal yang harus disiapkan adalah kendalikan inflasi rendah secara berkelanjutan. Misalnya, inflasi di bawah 6 persen dalam lima tahun ke depan secara berturut-turut. Lalu, akumulasikan cadangan devisa hingga di atas 100 miliar dollar AS dan pertahankan terus selama lima tahun berikutnya.
Jika ini bisa dicapai, redenominasi rupiah bukanlah mimpi, melainkan visi yang bisa diwujudkan. Memang tidak bakal mudah, jalan cukup terjal, dan makan waktu. Tetapi, BI dan pemerintah seyogianya memelihara visi ini dengan baik.

DAFTAR REFERENSI
  1. http://us.detikfinance.com/read/2010/08/04/084027/1413149/6/redenominasi-hanya-memberi-efek-psikologis-ke-pasar-saham
  2. http://web.bisnis.com/berita-populer/1id197796.html
  3. http://ekonominegarakita.wordpress-redenominasi-nilai-rupiah/3455







Tidak ada komentar:

Posting Komentar