Galery

Minggu, 23 Juni 2013

Wali Hakim Untuk Seorang Putri


Oleh Puput Pratiwi
            Terkadang kegiatan sehari-hari dikampus dan dikosan membuat aku lupa ternyata aku telah hidup selama ini tanpa adanya sosok ayah. Dan yang bisa mengingatkanku kembali hanya sebuah lagu tentang hebatnya seorang ayah. Sekilas orang melihat hidupku sama seperti mereka, bahagia dan punya keluarga, namun entah mengapa batinku tidak bahagia teman. Aku tetap merasa ada yang kurang, walau tetap ada ayah ( ayah tiri ), ibu, adik-adik, nenek, olot, dan sanak saudara.
Aku pernah baca buku digramedia judulnya, “ Pentingnya peran seorang ayah bagi putrinya “. Ternyata untuk membesarkan seorang anak perempuan itu sangat memerlukan peran seorang ayah, karena pada dasarnya anak perempuan itu sangat dekat dengan ayahnya, dan anak perempuan juga sangat menghormati ayahnya. Walau ayahku tidak pernah berperan dalam kehidupanku, aku tetap mengormati ayah, aku tetap mencintainya, yah walaupun hingga saat ini  aku belum tau bagaimana cara untuk menghormatinya, mencintainya, dan berbakti padanya. Terkadang aku sampai berfikir, apa aku terlalu buruk ya sehingga ayah tidak ingin mengambil perannya dalam membesarkanku?
            Sekarang aku telah dewasa, yah walaupun sifat belum tentu bisa dikatakan dewasa. Aku sudah mulai berfikir, bagaimana caranya aku bisa menikah nantinya? Karena bagi seorang anak perempuan, pentingnya sosok ayah juga karena akan menjadi wali saat akad nikahnya. Meski aku belum terfikir tentang pernikahan, namun aku sudah berfikir bagaimana aku nantinya? Siapa yang akan menjadi wali dalam akad nikahku nanti? Sempat kupertanyakan kepada ibu dan nenek, dengan tegas mereka berkata; “ Kok susah kali sih put, yah walinya pasti wali hakimlah. Itu lebih sah karena wali hakim itu dutujukan untuk anak perempuan yang tidak punya ayah. “ aku langsung membantah, Ok kalau walinya bisa wali hakim, terus nanti namaku jadi Puput Pratiwi binti apa? Kalau aku sudah meninggal nantinya di nisanku bakal tertulis Binti apa? Mereka terdiam sejenak, namun ibu langsung menjawab, “ Binti Abdullah, karena setiap kita adalah umat Rasulullah maka kamu adalah Puput Pratiwi binti Abdullah.” Aku gak tau ibu dapat jawaban itu dari mana, aku juga gak tau itu benar atau salah, namun itulah jawaban yang aku dapatkan pada saat itu dan yang pasti untuk saat itu pernikahan itu masih jauh dibenakku. Masih banyak yang belum aku kerjakan, masih banyak juga yang belum tercapai, dan seseorang itu juga belum ada. Aku juga gak yakin, apa ada ya orang yang tulus mau masuk dalam kehidupanku? Mengingat hidup yang ku jalani ini tidak mudah.
            Ternyata buku yang aku baca di gramedia itu bener ya, betapa pentingnya sosok ayah dalam membesarkan putrinya, karena ayah selalu mengajari segala hal terhadap putrinya untuk membuat si putri mengerti tentang hidup dan menjadi manja namun tetap menghormati ayahnya. Karena dari sosok ayah, putri bisa melihat laki-laki itu harusnya seperti apa. Karena sungguh laki-laki pertama yang dikenal oleh putri adalah ayahnya, putri hanya tau laki-laki itu harus seperti ayahnya dan putri hanya tau laki-laki yang benar adalah seperti ayahnya sehingga kelak ketika ia dewasa ia akan mencari seseorang yang seperti ayahnya, wibawanya, sikapnya, pola fikirnya, bahkan cintanya. Si putri ingin seseorang itu persis dengan ayahnya, yang dapat sabar mengajarinya, menuntunnya, dan tulus mencintainya.  
            Entahlah teman bagaimana aku kelak, sementara ayah tidak pernah berperan dalam membesarkanku, ayah juga tidak pernah mengajariku, bahkan aku juga tidak tau apakah ayah mencintaiku. Bagaimana mungkin aku bisa tau tentang laki-laki sebenarnya, sementara yang aku tau ayahku  adalah laki-laki yang tidak bertanggungjawab dan yang aku tau juga malah sebaliknya, aku tak menginginkan laki-laki seperti ayah. Malahan hal itu menjadi ketakutan tersendiri bagiku, sekarang aku malah tumbuh menjadi wanita yang sangat berhati-hati dengan lelaki. 
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar